Agar keinginan mendapat balasan (materi) tercapai, sedekah mestinya dilakukan tanpa berpikir untung-rugi. "Jangan hitung-hitungan di depan Allah. Istilah saya, sedekah itu harus sampai mentok," Yusuf mengepalkan tangan kanan dan memukulkannya ke telapak tangan kiri. Tapi buat mereka yang masih suka bermatematika ria, Yusuf tak segan-segan menunjukkan rumus "sedekah mentok"-nya.
Misalkan, gaji Anda hanya Rp 1 juta, sedangkan kebutuhan mencapai Rp 3 juta, bagaimana cara menutupnya dengan sedekah? Taruhlah setelah mendapat pencerahan, Anda berniat sedekah sesuai anjuran agama, sekitar 2,5 % dari penghasilan. Berarti sedekah Anda 2,5% x Rp 1 juta = Rp 25.000,-. Secara fisik, uang Anda berkurang (Rp 1 juta - Rp 25.000,-) menjadi Rp 975.000,-, namun secara metafisik uang Anda sebenarnya Rp 975.000,- + Rp 250.000,- (Allah menjanjikan balasan untuk setiap sedekah minimal dikalikan 10) = Rp 1,25 juta. Jauh di bawah kebutuhan, 'kan? Bagaimana jika sedekah dinaikkan jadi 10%? Hitung sendiri detailnya, tapi paling-paling Anda hanya mendapat Rp 1,9 juta. Tetap jauh panggang dari api. Nah, agar sedekah itu mentok, titik tolaknya bukan dari pendapatan, tapi dari kebutuhan. Jadi, jika Anda bersedekah 10% (10% x Rp 3 juta = Rp 300.000,-), "balasannya" kira-kira Rp 700.000,- (sisa gaji) + Rp 3 juta (sedekah dikalikan 10) = Rp 3,7 juta. Sudah melewati target? Pasti.
Namun, Yusuf juga mengingatkan, sedekah itu harus dijaga, jangan sampai "bocor". Cara menjaganya dengan rajin salat lima waktu, puasa sunat, salat berjamaah, salat malam, dan amalan-amalan sunat lainnya. Sebaliknya, jika seseorang belum bisa menghentikan kebiasaan bergunjing, berjudi, dan kebiasaan buruk lain yang dilarang agama, alih-alih mendapat balasan 10 atau 100 kali lipat, nilai sedekah malah bisa minus.
"Jangan anggap spiritual value itu enggak ada nilai ekonomisnya," bilang Yusuf, mengingatkan kembali, sehebat-hebatnya matematika manusia, masih lebih hebat matematika spiritualnya Dia yang di atas sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar